BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu sarana dan wadah untuk mewujudkan peserta didik mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan untuk dapat dipergunakan dalam kehidupannya di massa yang akan datang. Meski di sekolah bukan satu-satunya faktor pelaksana pendidikan, karena di sana ada faktor keluarga dan lingkungan, namun sebagai lembaga formal, sekolah memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pembentukan karakter dan perilaku peserta didik. Sekolah sebagai lembaga pendidikan tentu memiliki tugas dan tanggung jawab penuh dalam menjalankan amanat Pendidikan Nasional. Sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Guru sebagai salah satu komponen dari proses pendidikan di sekolah memegang peranan yang sangat penting. Guru bukan hanya sebagai pentransfer informasi atau materi pelajaran, tetapi lebih dari itu guru dapat dikatakan sebagai sutradara dalam kegiatan pembelajaran. Tugas dari guru adalah pengarah adegan sekaligus peran dalam skenario keseluruhan proses kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu guru harus dapat membuat suatu pembelajaran menjadi lebih efektif juga menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan membuat peserta didik merasa senang dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut.
Saat ini, telah banyak upaya yang dilakukan oleh seorang guru dalam menciptakan suasana yang edukatif dalam proses pembelajaran. Tetapi, hal ini belum juga menunjukkan aktivitas yang memuaskan. Melihat Asumsi tersebut, maka perlu adanya suatu usaha dalam meningkatkan hasil belajar IPS dengan menggunakan model pembelajaran yang lebih variatif.
Penulis mencoba mengimplementasikan satu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Lorna Curren pada tahun 1994. Salah satu keunggulan dalam model pembelajaran ini yaitu siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang membuat mereka gembira atau menyenangkan. Melaui suasana yang menggembirakan atau menyenangkan diharapkan materi yang disampaikan menjadi lebih mudah untuk dipahami siswa, karena melalui model ini siswa terlibat langsung dan mendapatkan pengalaman nyata dalam kegiatan pembelajaran. Tujuan dari pembelajaran make a match ini adalah untuk melatih peserta didik agar lebih cermat dan memperkuat pemahamannya terhadap suatu materi pokok.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dapat dirinci sebagai berikut:
- Apakah yang menjadi latar belakang perlunya pendidikan dan pembelajaran?
- Bagaimanakah proses pembelajaran make a match?
- Bagaimanakah media dua dimensi itu?
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun guna memberikan gambaran mengenai:
- Latar belakang perlunya pendidikan dan pembelajaran.
- Proses pembelajaran make a match.
- Penggunaan media dua dimensi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan dan Pembelajaran
Pendidikan merupakan sesuatu yang istimewa, fenomena manusia yang sangat komplek, karena pendidikan dapat dilihat dan juga dijelaskan dari berbagai macam sudut pandang, seperti sudut pandang psikologi, sosiologi, dan antropologi, ekonomi, politik, komunikasi, dan lain sebagainya. Definisi yang dikemukakan para ahli memiliki tekanan dan orientasi yang beragam karena landasan falsafah yang digunakanya juga berbeda-beda pula.
Salah satu pengertian yang sangat umum dikemukakan oleh Driyarkara (Mikarsa 2009:1.2) yang menyatakan bahwa ‘pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf insani harus diwujudkan di dalam seluruh proses atau upaya pendidikan’.
Pengertian tersebut berbeda dengan pendapat G. Thompson (Mikarsa 2009:1.3) yang menyatakan bahwa ‘pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap di dalam kebiasaan-kebiasaan, pemikiran, sikap-sikap, dan tingkah laku’. Berbarengan dengan pandangan tersebut, Crow and Crow (Mikarsa 2009:1.3) mengemukakan: ‘harus diyakini bahwa fungsi utama pendidikan adalah bimbingan terhadap individu dalam upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya sehingga dia memperoleh kepuasan dalam seluruh aspek kehidupan probadi dan kehidupan sosialnya’.
Pendidikan dan Pembelajaran dalam Undang-undang Republik Indonesia Pasal 1 Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”.
Bila kita telaah dari pengertian tersebut, pendidikan bukan hanya sebagai petransfer informasi atau pengetahuan dan pembentukan keterampilan, melainkan lebih daripada itu, meliputi usaha dalam mewujudkan keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu sehinga tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang memuaskan dan sempurna. Pendidikan dipandang bukan hanya sebagai sarana untuk menyiapkan seorang individu bagi kehidupannya di masa depan tetapi untuk bekal kehidupan di masa sekarang dalam mengalami perkembangan menuju ke tingkat kedewasaan.
Pembelajaran merupakan suatu sistem dalam lingkungan belajar yang terdiri dari komponen-komponen berikut: tujuan pembelajaran, materi pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, media, sumber belajar, dan evaluasi. Yang menjadi komponen utama dalam pembelajaran adalah tujuan pembelajaran, karena semua komponen lainnya mengacu kepada tujuan pembelajaran. Karena itu, untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran, hal yang harus dirumuskan pertama kali adalah tujuan pembelajaran. (Sutikno, 2008:37) Tujuan utama belajar adalah bahwa apa yang dipelajari itu berguna di kemudian hari, yakni membantu anak didik untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah. Apa yang dipelajari dalam situasi tertentu harus memungkinkannya untuk memahami hal-hal lain. Belajar hanya akan terjadi dengan kegiatan anak didik itu sendiri. Anak didik bukanlah bejana yang harus diisi oleh guru dengan berbagai pengetahuan.
B. Model Pembelajaran Make a Match
Model pembelajaran make a match (mencari pasangan) dikembangkan oleh Lorna Curren (1994). Salah satu keunggulan dari teknik ini yaitu siswa diajak untuk melakukan permainan dalam pembelajaran dengan cara mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Sebagaimana yang dikatakan Lorna Curran (dalam Miftahul Huda, 2011) Teknik make a match adalah teknik mencari pasangan, siswa di gabung suruh mencari pasangan dari kartu yang mereka pegang.
Model pembelajaran make a match dapat pula dikatakan sebagai model pembelajaran konsep, karena model ini mengajak siswa untuk mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan konsep melalui permainan kartu pasangan. Penerapan model ini dimulai dari siswa siminta untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal sebelum batas waktu yang ditentukan, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberikan poin atau reward.
Langkah-langkah model pembelajaran make a match menurut Huda (2013) adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk mempelajari materi dirumah.
2. Siswa di kelompokkan kedalam dua kelompok, misalnya kelompok A dan kelompok B. Kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.
3. Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B
4. Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari/mencocokan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimun waktu yang ia berikan kepada mereka.
5. Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan.
6. Jika waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah habis. Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri.
7. Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberi tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.
Berikut ini kelebihan dan kelemahan model pembelajaran make a match menurut Huda (2013).
Kelebihan model pembelajaran make a match adalah sebagai berikut:
- Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik
- Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan
- Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari
- Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
- Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi
- Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar
Kelemahan model pembelajaran make a match adalah sebagai berikut:
- Jika model ini tidak dipersiapkan dengan baik, maka banyak waktu terbuang
- Pada awal-awal penerapan metode ini, banyak siswa yang malu bisa berpasangan dengan lawan jenisnya
- Jika guru tidak mengarahkan dengan baik, akan banyak siswa yang tidak memperhatikan pada saat presentasi
- Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan.
Kelemahan yang terdapat dalam model pembelajaran make a match dalam ditanggulangi dengan cara mempersiapkan model ini dengan sebaik-baiknta dan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan saat pembelajaran. Kemudian, untuk mengatasi kendala banyak siswa yang merasa malu berpasangan dengan lawan jenisnya, guru dapat memberikan pengarahan di awal embelajaran bahwa siswa laki-laki dan perempuan sama saja, maka mereka tidak perlu merasa malu saat kebetulan mendapat pasangan yang berbeda lawan jenis.
C. Media Pembelajaran
Cara-cara yang dapat diterapkan dalam memicu perhatian, minat, dan motivasi siswa dalam pembelajaran matematika di antaranya dengan menggunakan pendekatan yang tepat, penggunaan metode-metode yang sesuai, dan penggunaan media benda-benda konkrit. Sebagaimana teori yang dikemukakan Zollten P. Dienes (Ruseffendi 1992:125) “tiap-tiap konsep atau prinsip dalam Matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan mudah dipahami”. Berkaitan dengan teori tersebut, Ruseffendi (1992:125) juga menyimpulkan bahwa “jika benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, peneliti mengemukakan bahwa media yang tepat adalah yang benar-benar dapat memperjelas materi pelajaran. Apabila memungkinkan, media yang digunakan adalah media benda yang sesungguhnya, atau media yang bisa mewakili benda yang asli.
1. Pengertian Media
Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Arif S. Sadiman, dkk. 2006:6). Association of Education and Communication Technology (AECT) membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan dan informasi (Arif S. Sadiman, dkk. 2006:6). Batasan yang diberikan oleh Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association/NEA) mendefinisikan media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrument yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut (Karti Soeharto, dkk, 2003:98). Sedangkan menurut Gagne (1970) seperti yang dikutip oleh Karti Soeharto, dkk (2003:98) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
Media adalah alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya proses belajar terjadi (Briggs dalam Karti Soeharto, dkk, 2003:98). Sedangkan menurut Anderson, media pembelajaran adalah media yang memungkinkan terwujudnya hubungan langsung antara karya seseorang pengembang mata pelajaran dengan para siswa. Dalam bahasa Arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Secara umum wajarlah bila peranan seorang guru yang menggunakan media pembelajaran sangat berbeda dari peranan seorang guru biasa (Anderson dalam Karti Soeharto, 2003:98).
Dari semua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.
2. Fungsi Media
Fungsi media menurut Karti Soeharto, dkk adalah :
a. Pada mulanya media berfungsi sebagai alat bantu mengajar
Dengan masuknya audio-visual instruction, media berfungsi memberikan pengalaman konkret kepada siswa.
b. Munculnya teori komunikasi menyebabkan media mempunyai fungsi sebagai alat penyalur pesan/ informasi belajar.
c. Adanya penggunaan pendekatan system dalam pembelajaran, media berfungsi sebagai bagian integral dalam program pembelajaran.
d. Akhirnya, media bukan saja sekedar berfungsi sebagai alat peraga bagi guru, tetapi pembawa informasi pesan pembelajaran yang dibutuhkan siswa.
3. Media Dua Dimensi
Media dua dimensi adalah sebutan umum untuk alat peraga yang hanya memiliki ukuran panjang dan lebar yang berada pada satu bidang datar. Media pembelajaran dua dimensi meliputi grafis, media bentuk papan, dan media cetak yang penampilan isinya tergolong dua dimensi.
Media grafis sebagai salah satu bagian dari media dua dimensi mempunyai pengertian suatu penyajian secara visual yang menggunakan titik-titik, garis-garis, gambar-gambar, tulisan-tulisan, atau simbul visual yang lain dengan maksud untuk mengihtisarkan, menggambarkan, dan merangkum suatu ide, data atau kejadian. Fungsi umum media grafis adalah untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Sedangkan fungsi khususnya adalah untuk menarik perhatian, memperjelas ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan. Karakteristik media grafis dapat dilihat berdasarkan ciri-cirinya, kelebihan yang dimilikinya, kelemahannya, unsur-unsur disainnya, kriteria pembuatannya, dan jenis-jenisnya. Ciri-cirinya, media grafis termasuk: media dua dimensi sehingga hanya dapat dilihat dari bagian depannya saja; media visual diam sehingga hanya dapat diterima melalui indra mata. Kelebihan yang dimiliki media grafis adalah: bentuknya sederhana, ekonomis, bahan mudah diperoleh, dapat menyampaikan rangkuman, mampu mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, tanpa memerlukan peralatan khusus dan mudah penempatannya, sedikit memerlukan informasi tambahan, dapat membandingkan suatu perubahan, dapat divariasi antara media satu dengan yang lainnya. Kelemahan media grafis adalah: tidak dapat menjangkau kelompok besar, hanya menekankan persepsi indra penglihatan saja, tidak menampilkan unsur audio dan motion.
BAB III
PENUTUP
Komponen utama dalam pembelajaran adalah tujuan pembelajaran, karena semua komponen lainnya mengacu kepada tujuan pembelajaran. Oleh karenanya untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran, hal yang uatama dan pertama kali dirumuskan adalah tujuan pembelajaran. Kemudian untuk tercapainya suatu tujuan pembelajaran itu, maka harus di topang oleh komponen-komponen lain, komponen-komponen itu diantaranya: materi pelajaran, kegiatan belajar mengajar, model, metode, media, sumber belajar, dan evaluasi.
Penggunaan model pembelajaran make a match merupakan salah satu upaya dalam pencapaian dari tujuan pembelajaran. Model ini pada intinya siswa diajak untuk melakukan permainan dalam pembelajaran dengan cara mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Melalui situasi suasana yang menyenangkan ini siswa akan termotivasi dalam melakukan kegiatan pembelajaran sehingga materi yang diajarkan dapat tersampaikan dengan baik.
Penggunaan media pembelajara tidak kalah pentingnya dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Karena media digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga siswa termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Sekretariat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional.
Huda, Miftahul. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nurhadi, et.al. (2009). Mengenal Lingkungan Sekitar Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Kelas VI Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarata: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Ruseffendi, E. T., dkk. (1991/1992). Pendidikan Matematika III. Jakarta: Depdikbud.
Suciati, dkk. (2015). Integrasi Teori dan Praktek Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka-Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Sutoyo, et.al. (2009). IPS Untuk SD / MI Kelas 6. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
No comments:
Post a Comment